Setelah sekian lama meninggalkan film horror Indonesia, akhirnya bisa menonton lagi walaupun agak terlambat karena film ini sudah tayang sejak bulan Oktober lalu. Sebelumnya saya juga sempat menonton Pengabdi Setan, itupun juga terlambat karena saya menonton setelah ditayangkan di televisi. Saya sempat menyerah dengan film horror Indonesia karena kuantitasnya yang sangat sangat banyak, satu baru tayang besoknya sudah tayang lagi yang baru, sehingga sangat kewalahan untuk mengikuti film horror Indonesia meskipun dalam hati sangat ingin mengikuti perkembangannya.
Review kali ini sepertinya tidak apa2 kalau mengandung banyak spoiler mengingat filmnya sudah lama tayang dan saya yakin sudah banyak yang menonton.
Sinopsis
Film dibuka dengan Maya dan sahabatnya Dini yang sedang bekerja sebagai penjaga pintu tol. Sambil bercerita tentang banyak hal tiba2 datanglah seorang laki-laki mengendarai mobil tua yang diceritakan Maya bahwa ia sering mengawasi dirinya. Laki-laki itu kemudian menghentikan mobilnya tidak jauh dari pintu tol dan keluar dari mobil dengan membawa parang dan mengejar Maya. Ketika Maya akhirnya terjatuh, laki-laki ini mengibaskan parangnya sambil meminta maaf bahwa ia hanya ingin kutukan di desanya berhenti. Bersamaan dengan itu, polisi datang dan menembak laki2 tersebut.
Dari kejadian itu, Maya mulai membuka foto2 lama dan berhasil menemukan foto dirinya bersama kedua orangtuanya di depan sebuah rumah besar. Kondisinya yang susah di kota membuatnya berpikir untuk menjual rumah besarnya yang berada di desa Harjosari tersebut. Maya bersama sahabatnya Dini langsung pergi menuju desa Harjosari tersebut. Berbagai keanehan mulai mereka berdua alami di desa tersebut hingga saat mereka melihat proses penguburan seorang bayi, dua orang warga desa tersebut tidak lama langsung mendatangi rumah Maya dan mendapati Dini seorang diri dan memaksa mengantarkan Dini untuk menemui Ki Saptadi. Malangnya, di tengah perjalanan Dini dipukul kepalanya hingga tak sadarkan diri. Ia terbangun dengan posisi tergantung terbalik di sebuah bangunan terbengkalai tetapi ketika Ki Saptadi dan ibunya datang bukan pertolongan yang ia dapatkan tetapi justru ia terbunuh oleh sang ibu, dikuliti dan dijadikan wayang.
Ketika mengetahui bahwa mereka salah membunuh orang, mereka kembali mengejar Maya. Maya ditolong oleh Ratih, salah seorang penduduk desa, yang kemudian menceritakan apa yang dulu terjadi di desa Harjosari tersebut. Tidak lama, beberapa warga desa mendatangi rumah Ratih sehingga Maya kembali melarikan diri. Disaat Maya bersembunyi dari kejaran penduduk desa, ia justru melihat sosok tiga anak perempuan yang kemudian memperlihatkan kejadian yang sebenarnya terjadi kepada orang tuanya dan siapa yang sebenarnya memberi kutukan ke desa tersebut.
Review Storyline & Karakter
Karakter Nyi Misni sendiri sebenarnya memang cukup kuat disini, ia berhubungan dengan ayah dari Ki Donowongso dan mempunyai anak yaitu Ki Saptadi, sehingga sebenarnya Ki Saptadi dan Ki Donowongso masih ada hubungan darah, tetapi Nyi Misni memilih untuk tidak menceritakan dan menuntut apapun tentang itu. Ketika Ki Donowongso menikahi Nyai Shinta dan Nyai Shinta tidak bahagia dan depresi setelah 3 tahun menikah tanpa dikaruniai seorang anak, ia berhubungan dengan Ki Saptadi dan hamil lalu memiliki anak yang dinamakan Rahayu. Nyi Misni membenci hubungan Ki Saptadi dan Nyai Shinta, karena ia sendiri pun sebenarnya adalah simpanan dari ayahnya Ki Donowongso dan ia tidak ingin hal serupa terjadi kepada anaknya, sehingga ketika mengetahui Nyai Shinta hamil, ia membuat Ki Saptadi lupa akan Nyai Shinta dan menggunakan ilmu hitam kepada Nyai Shinta sehingga anaknya lahir tanpa kulit.
Ki Donowongso pun melakukan hal yang sama seperti Nyi Misni. Ia menggunakan ilmu hitam dengan membunuh tiga anak perempuan, menguliti dan menjadikan wayang kulit. Setelah Ki Donowongso tampil dengan pertunjukan wayang kulitnya, Rahayu perlahan-lahan mulai sembuh tetapi ia selalu dibayangi sosok tiga anak perempuan tersebut sehingga Ki Donowongso pun memasukkan mantra di dalam pahanya agar Rahayu tidak melihat sosok tersebut lagi.
Saya sangat suka story line film ini, unik dan creepy, dengan beberapa efek jump scare ditambah dengan lokasi dan ambiencenya yang mampu memberikan kesan mistis dan horror. Unsur tradisional yang diangkat, isu tentang perempuan, dan ada twist dalam ceritanya, membuat film ini menarik untuk ditonton.
Tetapi ada hal yang terasa kurang, pertama adalah di adegan terakhir Nyi Misni dan Ki Saptadi sepertinya terlalu mudah untuk melakukan bunuh diri tanpa ada perlawanan, endingnya terlalu smooth, begitu pula dengan penduduk desa yang mengelilingi tanpa ada rasa kemarahan atau kebencian. Bagian ending ini terkesan dipaksakan untuk berakhir dengan cepat, padahal dari awal cerita sudah dibangun dengan apik dan tempo yang pas. Kedua, sepertinya adegan ritual yang dilakukan terlalu minim mengingat film ini memang mengenai ilmu hitam, mungkin kalau kita melihat Nyi Misni melakukan ritual yang lebih “gelap” dan evil meskipun pendek, akan lebih menjadi penghubung dengan bagian akhir, yang sepertinya adegan paling horror di film ini. Nuansa horror dan mencekam sudah ada tetapi entah kenapa bukan sesuatu yang membuat merinding. Anehnya lagi saya justru merasa lebih merinding melihat Ratih padahal ternyata tidak ada hal yang aneh ataupun misterius dengan Ratih, sebaliknya saya justru tidak merasakan apa2 terhadap pemeran utama.
Meskipun ada isu perempuan yang juga diangkat tetapi film ini sepertinya lebih mengenai dendam, sakit hati, rasa ingin melindungi anak dengan cara apapun. Isu negatif yang disebarkan kepada penduduk desa Harjosari itu saja sudah merupakan “penyakit” karena membius pikiran dan membuat orang menghalalkan segala cara untuk membela apa yang dianggap “benar” apalagi ketika melibatkan ilmu hitam di dalamnya.
Overall this is an interesting movie to watch!
Sutradara : Joko Anwar Penulis Skenario : Joko Anwar Pemeran Utama : Tara Basro, Ario Bayu, Marissa Anita, Christine Hakim, Asmara Abigail, Kiki Narendra, Zidni Hakim, Faradina Mufti