Film ini brillian! Untuk pertama kalinya saya merasa merinding dan takut, bukan karena penampakan, bukan karena monster tetapi karena manusia dan pemikirannya. Sedikit pemahaman bergeser dan bagaimana benar dan salah hanya dibatasi oleh benang tipis dan ketika benang itu putus maka tidak ada yang bisa dibedakan. Bahwa kadang kita mengartikan dan mengaitkan segala sesuatu dengan agama dan menganggap bahwa semuanya akan menjadi benar…semuanya, bahkan mengganggap dirinya sendiri benar.
Film ini dibagi menjadi tujuh episode yang masing2 mengambil judul dari alkitab : Kejadian, Mazmur, Amsal, Ratapan, Injil, Kisah para rasul, dan Wahyu. Secara konsep dasar film ini serupa dengan The Saint dan menggabungkannya dengan 30 Days of Night, tetapi yang membuatnya lebih mengerikan adalah mereka menyebarkan dan berusaha mempengaruhi semua penduduk di pulau tersebut dan mereka percaya, sangat percaya, bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang paling benar. Menghubungkan konsep ini dengan cerita vampir merupakan ide yang luar biasa.
Sejak seorang pendeta, Father Paul, baru muncul di pulau kecil menggantikan Monsieur Pruitt, keajaiban mulai terjadi, berawal dari bisa berjalannya Leeza yang sekian lama tidak bisa berjalan hingga seorang wanita tua yang kembali menjadi muda. Tetapi yang tidak mereka sadari keajaiban itu berasal dari monster dan seiring dengan munculnya keajaiban, hal2 buruk juga terjadi.
Monster itu tidak selamanya berwujud mengerikan, terkadang monster sesungguhnya adalah yang bersembunyi dibalik jubah emas dengan wajah yang jauh dari kata mengerikan. Sosok monster dalam film ini justru terlupakan karena monster2 lain yang tercipta justru menjadi jauh lebih mengerikan. Dan fakta bahwa kita haus akan keajaiban hingga tidak mampu membedakan monster dan angel, bersembunyi dibalik ayat2 walaupun jauh di lubuk hati kita mengetahui mana yang salah dan mana yang benar.
Film ini menyadarkan bahwa terkadang manusia dibutakan dengan mengangkat diri sendiri jauh lebih tinggi hingga merasa paling benar dan menutup mata serta telinga pada orang2 lain di sekitar kita, mengandalkan pemahaman diri sendiri tanpa mendengarkan pemahaman lain, menganggap manusia lain yang tidak sepaham dan berbeda, salah.
Bukan hanya pesan dalam yang ingin disampaikan tetapi film ini juga berhasil dengan karakter2 yang ada didalamnya. Pilihan pemeran, aktor dan aktris yang tepat hingga kita merasa memihak beberapa karakter.
Mike Flanagan berhasil lagi membuat saya terpesona, setelah The Haunting of Hill House dan The Haunting of Bly Manor. Mike Flanagan kembali berhasil dengan menonjolkan karakter2nya bukan hanya sekedar menciptakan horror tetapi juga membuat penonton merasakan dan memahami setiap karakter tanpa harus melihat jauh ke belakang dan melihat histori. Walaupun dalam beberapa adegan akan terasa lama dan panjang dan terlalu abstrak dan dalam tetapi terkait dengan keseluruhan cerita.
Samantha Sloyan berhasil membawakan sosok Bev Keane dengan mengagumkan. Ia berhasil membuat kita gemas dengan karakternya yang keras dan sangat yakin dengan apa yang ia jalani. Saya sangat mengingat beberapa perannya di The Haunting of Hill House dan terutama di dalam serial Grey’s Anatomy. Samantha memiliki potensi untuk tidak mudah dilupakan dalam peran yang ia mainkan. Hamish Linklater juga memerankan Father Paul dengan pemikiran dan pemahamannya yang tidak sefrontal Bev dan masih berusaha memiliki sisi kemanusiaannya dan berjuang untuk itu. Memasukkan karakter Sheriff Hassan pun menjadikan film ini sesuatu yang berbeda tanpa menjadikannya terlalu sensitif. Setiap elemen dalam film ini berhasil.
Midnight Mass tayang di Netflix mulai 24 September 2021.
Sutradara : Mike Flanagan Pemeran : Hamish Linklater, Kate Siegel, Rahul Abburi, Crystal Balint, Matt Biedel, Alex Essoe, Annarah Cymone, Annabeth Gish, Rahul Kohli, Kristin Lehman, Robert Longstreet, Igby Rigney, Samantha Sloyan, Henry Thomas, Michael Trucco, Zach Gilford