Skip to content

Night of the Hunted (2023) – movie review

Rating: 3 out of 5.

Film ini dengan kesederhanaannya ternyata justru membawa banyak pertanyaan setelah selesai menontonnya. Tentunya lebih banyak dialog dalam film ini tetapi justru di dalam dialog inilah kepingan-kepingan puzzle itu berada.

Alice bersama rekan kerjanya berhenti di sebuah pom bensin untuk mengisi bensin. Ketika Alice hendak membayar ia tidak menemukan siapapun. Alice justru melihat bercak darah di belakang meja kasir dan menyadari hal buruk yang telah terjadi ia pun langsung bergerak dengan cepat menuju pintu keluar. Tiba-tiba sebuah tembakan mengenai lengannya dan Alice pun kembali masuk ke dalam dan mencari tempat untuk berlindung.

Semua terjadi begitu cepat, ini yang menurut saya membuat plot ceritanya tidak terasa datar hingga akhir. Banyak petunjuk-petunjuk yang disebar di setiap bagian cerita tetapi menurut saya petunjuk-petunjuk tersebut tidak mengarah kemana-mana. Penonton tetap harus menebak setiap kemungkinan yang ada.

Di bagian awal kita melihat bahwa Alice ditelepon oleh suaminya Erik, yang menyuruhnya untuk mengunjungi dokter kesuburan sementara ia berada di sebuah motel bersama dengan rekan kerja pria, John, yang juga dikenal oleh Erik.

Di 15 menit pertama ketegangannya sudah terasa tinggi, Alice kena tembak di lengan, John tidak selamat, penjaga minimarket pun sudah tak bernyawa ketika Alice masuk. Lalu suara seorang pria terdengar dari walkie talkie mengaku sebagai suami dari penjaga minimarket tetapi ternyata ia jugalah yang melakukan penembakan.

Kita tidak benar-benar tahu siapa si pelaku penembakan ini sebenarnya, apakah ia memang suami dari penjaga minimarket, apakah Alice merupakan sasaran random atau ia memang sudah menjadi target sejak awal.

Lalu muncul pria berikutnya yang tampaknya mengenal Amelia dan mengatakan bahwa tidak mungkin pria yang berbicara di walkie talkie itu adalah suaminya. Tapi hanya sebatas itu. Bahkan ketika Alice mencoba menebak si penembak sebagai seorang yang baru saja dipecat, si penembak justru bertanya balik.

Pembicaraan mereka kadang tampak random tapi kadang seakan menunjukkan bahwa si penembak mengenal Alice. Bagian menjelang akhir si penembak memberikan pilihan tentang siapa dirinya, apakah ia dibayar oleh suaminya, atau rekan kerja yang dipecat tanpa proses hukum, atau seorang karyawan yang tak puas dan ingin membalas dendam, atau orang yang hidupnya dihancurkan dengan kebohongan dan keserakahan, seorang ayah yang sedih dan kehilangan anaknya, atau semua hanyalah merupakan tindakan kekerasan acak.

Tetapi diluar misteri si penembak, Camille Rowe memberikan penampilan yang kuat sebagai Alice, dan karakternya selalu melakukan sesuatu walaupun dengan gerak yang terbatas sehingga tidak ada jeda yang cukup lama bagi penonton untuk merasa bosan.

Dengan berada di satu lokasi dan satu pemeran utama sedangkan lawan mainnya hanyalah sebuah suara dari walkie talkie, tetapi pilihan untuk mempertahankan misteri si penembak membuat ceritanya tidak terasa flat, bahkan saya sebagai penonton merasa ikut terlibat untuk menebak siapa si penembak ini.

Somehow nuansa film ini terasa tidak asing dan ketika saya mencoba mencari tahu tentang sutradaranya ternyata Franck Khalfoun juga menyutradarai film P2. No wonder.

Sutradara : Franck Khalfoun Penulis : Franck Khalfoun, Glen Freyer Pemeran : Camilla Rowe, Jeremy Scippio, Aleksandar Popovic, J. John Bieler, Monaia Abdelrahim, Abbe Andersen, Stasa Stanic, Brenda Nunez, Isaiah Reyes

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial
%d bloggers like this:
Verified by MonsterInsights