Skip to content

Talk to Me (2022) – movie review

Rating: 4.5 out of 5.

Film horror dari Australia ini sepertinya menjadi salah satu film horror favorit saya tahun ini, terutama melihat bagian endingnya yang tak terlupakan dan mempunyai impact tersendiri yang membuat saya harus terduduk diam sesaat setelah selesai menontonnya.

Singkat cerita, dua tahun setelah kematian ibunya, Mia, Jade dan Riley mengikuti pesta di rumah Hayley dimana puncak acaranya adalah berjabat tangan dengan sebuah pahatan berupa tangan. Mereka hanya perlu mengatakan “Talk to me” dan mereka bisa melihat roh tersebut didepannya. Langkah berikutnya adalah mengatakan “I let you in” dan disinilah kegilaannya dimulai.

Mereka bersenang-senang dengan permainan tersebut hingga ketika Riley mencobanya dan roh yang masuk ternyata adalah roh ibu dari Mia. Mia berusaha menahannya untuk berbicara sedikit lebih lama tetapi tiba-tiba Riley mulai membenturkan kepalanya. Peraturan Hayley sebelum memulai melakukannya adalah tidak membiarkan “mereka” masuk lebih dari 90 detik. ketika Riley tidak dilepaskan setelah 90 detik, ia langsung berusaha menyakiti dirinya. Hal tersebut berhasil untuk dicegah tetapi kondisi Riley sudah sangat parah dan mereka langsung membawanya ke rumah sakit.

Alur ceritanya dirangkai dengan pintar, melakukan putaran waktu akan apa yang dialami oleh Mia. Secara konsep cerita mungkin tidak ada yang berbeda, sekelompok remaja melakukan hal bodoh dengan melakukan permainan, yang mungkin bisa dikatakan serupa dengan jailangkung di Indonesia, lalu salah satunya kerasukan dan yang lain berusaha mencari cara untuk mengusir roh tersebut.

Horrornya terasa dekat dan nyata, rasa kehilangan yang dirasakan Mia dan perasaan ingin kembali bersama orang yang ia cintai merupakan hal yang akan terasa relate dengan sebagian besar penonton. Kita mengerti apa yang Mia rasakan dan itu menjadi landasan dari keputusan-keputusan yang ia lakukan dan sebagai penonton meskipun saya sadar bahwa keputusannya terasa bodoh tetapi saya tidak akan langsung menyalahkannya. Ada alasan mendasar yang membuat saya percaya bahwa itu mungkin akan menjadi keputusan bodoh sama yang akan saya lakukan dengan kondisi mental tersebut.

Saya suka adegan dimana anak-anak muda ini berpesta tetapi bukan pesta yang memabukkan tetapi pesta menyeramkan dimana mereka membiarkan tubuh mereka menjadi wadah untuk roh-roh yang bergentayangan keluar masuk, mereka digambarkan seakan sedang high. Cara mengambil adegan ini, bahkan irama lagunya pun pas dengan gerakan-gerakan yang mereka lakukan. It’s crazy and creepy at the same time, but they keep on laughing.

Saya juga menyukai bagaimana cerita ini dikemas, latar belakang cerita dari Mia, segala keraguan yang dimilikinya tentang ibunya dan bagaimana akhirnya ia dipengaruhi ketika ia berada di titik terendah. Kondisi Mia membuatnya lemah dan menjadikannya sasaran empuk bagi kekuatan jahat untuk memperdayanya bahkan mengendalikannya. Sebuah definisi horror yang sesungguhnya.

Film ini merupakan debut perdana bagi Danny dan Michael Philippou dan mereka melakukan hal yang outstanding. Sebagian besar pemerannya yang tergolong baru dan mungkin terasa kurang familiar tetapi dengan penampilan yang kuat dan sangat meyakinkan. Ini merupakan hasil dan kerjasama tim yang solid.

Yang paling berkesan tentunya bagian ending yang menjadi klimaks yang luar biasa dan kita bisa melihat bagaimana lingkaran itu menjadi sebuah roda antara kehidupan dan kematian.

Sutradara : Danny Philippou, Michael Philippou Penulis : Bill Hinzman, Danny Philippou, Daley Pearson Pemeran : Sophie Wilde, Joe Bird, Alexandra Jensen, Otis Dhanji, Miranda Otto, Marcus Johnson, Alexandria Steffensen, Zoe Terakes, Chris Alosio

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial
%d bloggers like this:
Verified by MonsterInsights